Timbuktu

Timbuktu (Koyra Chiini: Tumbutu, bahasa Perancis: Tombouctou) adalah sebuah kota di Mali, Afrika Barat. Kota ini adalah rumah dari Universitas Sankore dan madrasah lainnya, dan juga, kota ini adalah pusat dari penyebaran Islam di Afrika pada abad ke-15 dan abad ke-16. 3 Masjid utamanya, Djingareyber, Sankore dan Sidi Yahya, mengingatkan kembali kepada zaman keemasan Timbuktu. Walaupun terus bangkit, monumen ini sekarang dibawah ancaman dari desertifikasi.

Kota ini dihuni oleh suku Songhay, Tuareg, Fulani, dan Moor. Kota ini sering kali dibilang terletak di Sungai Niger, namun sebenarnya terletak 15 km utara sungai itu. Kota ini juga berada di daerah persimpangan dari Perdagangan Trans-Sahara baik dari barat ke timur, sampai utara ke selatan. Kota ini dulu dan sekarang, merupakan tempat penyaluran garam dari Taoudenni

Letak geografisnya membuatnya sebuah tempat pertemuan alami bagi populasi Afrika di sekitarnya dan suku Berber yang nomaden dan orang Arab dari utara. Sejarahnya yang panjang sebagai pos perdagangan yang menghubungkan Afrika Barat dengan Berber, Arab dan Yahudi melalui Afrika Utara, dan juga secara tidak langsung dengan pedagang dari Eropa, telah memberikannya status fabel, dan di barat, dia merupakan sebuah metafora untuk tanah jauh yang eksotik. Kontribusi Timbuktu yang panjang kepada kebudayaan Islam dan dunia adalah pelajar.

Kontribusi Timbukti terhadap dunia Islam adalah ilmu pengetahuan.[2] Pada abad ke-14 banyak buku penting ditulis dan dikopi di Timbuktu, membuat kota ini sebagai pusat tradisi tertulis penting di Afrika.

Asal mula

Timbuktu didirikan oleh suku Tuareg pada awal abad ke-10. Menurut etimologi populer, namanya dibuat dari tin dimana berarti tempat dan buktu, nama dari wanita tua Mali yang diketahui karena kelurusan hatinya dan yang suatu hari tinggal di daerah itu. Tuareg dan pengelana lainnya mempercayakan wanita ini barang yang mereka tidak digunakan saat kembali dari kunjungannya ke utara. Hingga, saat Tuareg kembali ke rumahnya, ia ditanya dimana ia meninggalkan barangnya, lalu ia menjawab: Saya meninggalkannya di Tin Buktu, Tin Buktu berarti tempat dimana seorang wanita yang bernama Buktu tinggal. 2 hubungan ini akhirnya bergabung menjadi 1 kata, dan memberikan kota ini nama Tinbuktu yang nantinya menjadi Timbuktu. Namun, orang Perancis yang bernama René Basset memberikan teori yang lebih masuk akal: pada bahasa Berber, "buqt" berarti ""sangat jauh", karena itu, "Tin-Buqt(u)" berarti tempat yang merupakan ujung dunia, karena itu orang menggambarkan dirinya pergi ke ujung dunia dengan pergi ke Timbuktu. [1]

Seperti pendahulunya, Tiraqqa, kota perdagangan yang bertetangga dengan Wangara, Timbuktu berkembang menjadi sangat kaya karena peran kuncinya dalam Perdagangan Trans-Sahara dengan komoditi emas, gading, budak, garam, dan komoditi lain dari pedagang Tuareg, Moor dan Fulani. Jika Sahara berfungsi sebagai laut, Timbuktu adalah pelabuhan utamanya. Kota ini juga merupakan kota utama dalam beberapa kekaisaran: Kerajaan Ghana, Kerajaan Mali dari tahun 1324, dan Kerajaan Songhai dari tahun 1468, pendudukan kedua dimulai saat kekaisaran menyingkirkan kepemimpinan Tuareg yang telah mendapatkan kekuasaan. Kota ini mencapai kejayaannya pada abad ke-16.

Pemimpin Kerajaan Songhai mulai mengekspansi kekuasaannya di sungai Niger. Seperti kerajaan Ghana dan Mali yang telah hilang di daerah itu pada abad sebelumnya, Songhai berkembang lebih kuat karena kekuasaannya terhadap rute perdagangan lokal. Timbukti segera menjadi jantung kekaisaran Songhai. Kota ini menjadi kaya karena banyak pedagang yang berkelana di rute perdagangan berhenti disitu.

Cerita dongeng

Cerita tentang kekayaan Timbuktu membuat adanya eksplorasi orang Eropa di pantai barat Afrika. Leo Africanus, Ibn Battuta dan Shabeni mendeskripsikan tentang Timbuktu.

Timbuktu juga dikatakan berasal dari nama wanita Tuareg bernama Buktu yang menggali sumur di daerah ini dimana kota ini berdiri, dimana berarti "sumur Buktu".

Pranala luar

Referensi

  • Braudel, Fernand, 1979 (dalam bahasa Inggris, 1984). The Perspective of the World, jilid III dari Civilization and Capitalism
Terdaftar dalam kategori berikut::
Tulis komentar
Kiat & Petunjuk
Ari Wahyudi
14 march 2013
This must be the end of the world as Donald Duck describe it.
Muat lebih komentar
foursquare.com

Hotel di dekatnya

Lihat semua hotel Lihat semua
Bravia Hotel Ouagadougou

mulai $218

Sopatel Silmandé

mulai $180

Hotel Splendid Ouagadougou

mulai $123

Faso Hotel

mulai $119

Hotel Palm Beach

mulai $107

Elite Hotel

mulai $35

Pemandangan direkomendasikan terdekat

Lihat semua Lihat semua
Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Madrasah Sankore

Madrasah Sankoré, Universitas Sankoré, atau Masjid Sankore adalah p

Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Masjid Djinguereber

Masjid Djinguereber adalah sebuah Masjid indah dikota tua Timbuktu

Tempat wisata yang sama

Lihat semua Lihat semua
Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Kremlin

Kremlin adalah benteng bersejarah di pusat Moskwa yang dibangun dari

Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Havana Lama

Havana Lama (bahasa Spanyol: La Habana Vieja) adalah pusat kota dan

Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Perito Moreno Glacier

The Perito Moreno Glacier is a glacier located in the Los Glaciares

Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Geirangerfjord

Fjord Geiranger (bahasa Norwegia: Geirangerfjorden) adalah sebuah

Tambahkan ke Daftar Keinginan
Saya pernah ke sini
Dikunjungi
Batalha Monastery

Mosteiro Santa Maria da Vitória, more commonly known as the Batalha

Lihat semua tempat yang sama